Rumah Diapers

Grand Opening Rumah Diapers Puskesmas Polowijen Kebanjiran Popok

STBM (Sanitasi Total Bersumber Masyarakat) adalah program nasional yang dikhususkan untuk skala rumah tangga, sehingga program ini adalah program yang berbasis masyarakat, tanpa memberikan subsidi sama sekali bagi rumah tangga. STBM ini memiliki 5 pilar yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan (STOP BABS); Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), Pengolahan Air Minum- Makanan Rumah Tangga (PAMM RT); Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS RT); dan Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC RT). Manfaatnya untuk membantu masyarakat mencapai tingkat hygiene yang paripurna, sehingga akan menghindarkan mereka dari kesakitan dan kematian akibat sanitasi yang tidak sehat.

Pada era millenial ini pemakaian popok sekali pakai dalam beberapa kebutuhan rumah tangga sangat membantu memudahkan penanganan bayi namun bersamaan dengan itu popo sekali pakai menjadi salah satu permasalahan terkait STBM pilar 1 (Stop Buang Air Besar Sembarangan) dan pilar 4 (Pengelolaan Sampah Rumah Tangga). Di Indonesia, penggunaan popok sekali pakai dimulai pada 1980-an. Dahulu umumnya dipakai bayi-bayi dari kalangan ekspatriat, baru pada 1990-an, penggunaannya meluas. Popok bayi sekali pakai menjadi pilihan bagi para ibu di Indonesia karena kemudahan dan kepraktisan yang ditawarkan.

Data dari Nielsen pada tahun 2014 menunjukkan bahwa terdapat kenaikan penggunaan popok bayi di Indonesia, dimana 71% populasi ibu dengan umur bayi 0-3 tahun menganggap popok bayi sebagai kebutuhan primer dalam perawatan bayi. Bank Dunia melaporkan bahwa popok sekali pakai menjadi penyumbang sampah terbanyak kedua dilaut yakni sebesar 21%. LSM ECOTON juga mencatat 3 juta popok sekali pakai dibuang disepanjang aliran Sungai Brantas, Jawa Timur. Sedangkan menurut data dari Dinas Kesehatan pada tahun 2019 jumlah balita di kota Malang sebanyak 46.292, jika setiap hari rata- rata balita menggunakan popok paling sedikit 3 popok maka akan terkumpul 140.787 limbah popok.

Akibatnya apabila hal tersebut tidak segera ditangani yaitu:

  • Penerapan dan aplikatif STBM tidak maksimal
    – Pilar Pertama
    – Pilar ke Empat
  • Akan terjadi masalah – masalah kesehatan baik pada manusia , hewan ataupun tumbuhan secara tidak langsung lewat unsur air yang melaluinya .
  • Turunnya mutu baku air yang menjadi sumber keperluan kehidupan sehari –hari terutama untuk kosumsi
  • Terancam punahnya spesies terutama biota pada sungai dan laut. Keanekaragaman ekosistem berkurang sehingga bisa mempengaruhi ekosistem lebih luas.

Melihat hal tersebut petugas sanitasi Puskesmas Polowijen yang sering disapa Anita melakukan beberapa upaya untuk meminimalisir sampah popok di 3 kelurahan wilayah kerja puskesmas. Sehingga tercetuslah sebuah inovasi yaitu terbentuklah “Rumah Diapers Puskesmas Polowijen”. Beberapa orang awam bertanya- tanya apa itu Rumah Diapers serta kegiatan apa saja yang dilakukan di dalamnya? Melalui beberapa pertemuan dimulai dari seluruh petugas puskesmas, Refreshing Kader di 3 kelurahan, dan Pertemuan Lintas Sektor sosialisasi dilaksanakan. Hal tersebut dirasa cukup efektif untuk menggalang antusias dan minat masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan di Rumah Diapers ini.

Informasi terkait tata cara pembersihan, pembuangan, pengelolaan dan pendaurulangan popok sekali pakai bisa didapatkan di Rumah Diapers. Lebih spesifik lagi kegiatannya meliputi penyuluhan cara pembersihan popok sekali pakai sebelum dibuang. Selain itu adanya pendekatan perubahan perilaku masyarakat terkait kebiasaan membuang popok sekali pakai di sungai, hal ini erat dengan mitos “suleten” yaitu apabila popok dibuang dan dibakar bayi akan kepanasan. Tidak berhenti sampai disitu saja popok yang sudah dibersihkan juga bisa memiliki nilai jual. Hidrogel yang berada di dalam popok bisa digunakan sebagai pupuk yaitu media penyimpan air. Plastik lapisan luar dan kapasnya bisa digunakan sebagai kerajinan bunga dan lainnya. Sedangkan bagi masyarakat yang susah untuk mendaurulangnya bisa menyetorkan popok yang sudah dibersihkan ke Puskesmas Polowijen, untuk setiap satu popok bersih dihargai Rp 200,-. Akumulasi uang yang didapatkan akan diberikan sebagai THR atau berupa produk hasil daur ulang diapers.
Harapan terbesar dengan adanya Rumah diapers ini yang paling utama adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Setelah itu pelan- pelan merubah perilaku masyarakat untuk membersihkan popok sekali pakai yaitu dengan membuang BAB bayi ke closet sebelum dibuang ke tempat sampah serta tidak membuangnya ke sungai. Dengan begitu masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Polowijen tidak BABS/ ODF (Open defecation Free). Sehingga sungai menjadi bersih tidak tercemar oleh BAB dan tumpukan sampah popok sekali pakai. Untuk hasil nilai jual kerajinan tangan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *